Hari pertama di Bali, pesawat AirAsia yg saya tumpangi mendarat pukul 23.00. Bersama Mr. saya berjalan menuju tempat pengambilan bagasi, kemudian menemani beliau belanja di Alfamart. Saran untuk pelancong di Bandara Ngurah Rai, kalau dompet anda tidak cukup tebal dan masih memiliki sedikit kesabaran, mending jalan keluar bandara terus belanja di sana. Suer, masa’ air mineral Alfamart 1.5lt harganya 7000, freshtea 12rb, dkk. Harganya terlalu mahal sih buat kantong saya. Haha….
Usai belanja, saya dan Mr berpisah. Saya jalan ke arah parkiran, eh ternyata ada Indomart. Di sini, harganya sedikit lebih rasional, dibanding dengan Alfamart tadi. Saya duduk di kursi yg disediakan di depan toko, istirahat sambil ngecharge HP dan nulis cerita di pesawat tadi. Ngga terasa udah jam 1.00 dan penerbangan terakhir juga udah lewat. Wah, khawatir kehabisan kendaraan, karena saya memang rencana melanjutkan ke Terminal Ubung, ada satu supir taksi mendekat ke saya dan menawarkan tarif 150rb ke Ubung, Saya tawar 70rb, awalnya tidak mau. Lalu saya bilang, saya mah santai, kalau nda mau juga saya akan tidur di bandara saja nunggu pagi (padahal pengin cepet sampai, hehe). Alhasil dengan terpaksa dia angkut saya ke Terminal Ubung, and guess what? Pas saya bayar 100rb, dia Cuma punya kembalian 10rb. (Sama aja saya bayar 90rb -,-). Oh iya, sepanjang perjalanan itu, supir ojek ini cerita banyak hal, intinya tentang Narkoba, Tamu Taksi yg Suka Mabuk, dan segala jenis kemaksiatan lain yang ada di Bali. Mungkin hampir semua jenis kemaksiatan yang mungkin terjadi, sudah dia ceritakan ke saya. Dia bilang Bali ini bebas, asal tidak mengganggu orang lain. Juga tentang narkoba, asal peredaran hanya di dalam Bar, maka itu aman. Cukup buat saya mendengar cerita orang ini aja.
Sampai di terminal Ubung jam 02.00. Rencana awalnya mau naik bus ke Padangbai, tapi calo2 bilang kalo bis baru ada subuh nanti. Udah deh alamat tidur di terminal. Pas banget saya mau rebahan di kursi tunggu di terminal, saya nguping pembicaraan 3 orang yang mau ke Padangbai. Langsung aja saya sambung, “Mas, sampeyan mau ke Padangbai? Taksi aja yuk. 200rb dibagi 4 orang mas.” Kurang lebih seperti itu percakapannya. Hehe….. dan kita pun sepakat. Ketiga orang ini adalah perantau dari Jawa Timur yg mau kerja di Sumbawa.
Jam 03.00 sudah sampai di Pelabuhan Padangbai, dan syukur pas banget kapal juga mau berangkat. Langsung aja kita jalan ke peron, beli tiket Padangbai-Lembar 40rb. Pas naik ke kapal, tidak pernah terbayang sebelumnya kalo kapal feri bisa sebagus ini. Ada Musholla, kafe, tempat tiduran, sofa, TV, AC, dkk. Dan yang asik lagi, bisa merasakan kesendirian di atap kapal di tengah kegelapan.
Sepanjang mata memandang, hanya ada kegelapan yang menyelimuti lautan, suasana yang membawa rasa ‘takut’ akan ke-Maha-AgunganNya. Pas buka Al Qur’an, pas dapet QS. Al Isra: 66-67 terjemahnya di Al Qur’an “Tuhanmulah yang melayangkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari karunia-Nya. Sungguh, Dia Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur). Tapi sayang ndak bisa lama-lama, takut masuk angin. Hehe
Sekitar jam 05.00, langit mulai agak cerah. Saya sholat shubuh di Musholla bareng ama satu ABK, trus nongkrong di atap kapal nungguin sunrise di tengah laut, dan tebak seperti apa yang keluar? Yap, so beautiful. Teringat ayat Al Qur’an yg terjemahnya “Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Luqman: 27). Ya, kita memang sangat kecil. Terlihat semburat cahaya merah-kuning, keluar dari belakang gunung RInjani. Disanalah tujuanku,
Tak terasa kapal mulai merapat ke pelabuhan, melalui pulau-pulau kecil di sekitar pelabuhan Lembar. Saya berjalan keluar kapal, berniat mencari makan dan naik angkot untuk segera menuju ke mataram. Namun, rejeki Allah tak pernah habis berdatangan. Selagi saya berjalan menuju ke jalan utama, satu mobil Kijang Avanza merapat mendekati saya, dengan logat jawa timuran, sopir di dalam mobil menyapa (kurang lebih) “Mas, meh nang ndi? Ayo kene bareng wae.” (Mas, mau kemana? Ayo sini bareng aja). Awalnya sih heran, saya lalu ceritakan kalo mau cari tempat nginap dulu di mataram dan saya bisa naik angkot saja (padahal saya gak tau angkot ada ato nggak, dan obrolan selanjutnya ternyata menjelaskan kalo angkot disana tidak jelas rutenya dan sangat jarang :v) Tetapi mas2 itu tetap memaksa saya naik mobilnya, alhasil saya kalah dan naik (hehe…. Tumpangan gratis). Mas itu di mobil bareng sama Istri dan kedua Anaknya. Dan pas sudah masuk mobil, tebak apa yang dikatakannya? Dia bilang “Oalaaah, tak kira sampeyan ki sing mau ngobrol nang kapal karo aku. Haha….” (Oalaaah, saya kira kamu tu orang yang tadi ngobrol sama saya di kapal. Haha…..) Hehe, salah orang ternyata. Tapi berhubung saya sudah masuk di mobilnya, maka dia akhirnya terpaksa mengantar saya 😀
Namanya mas Budi, rantau dari Ponorogo yang punya Hotel di Senggigi, biro jasa tour, sewa mobil-motor, dan hobi koleksi burung. Kebetulan saya juga butuh sewa motor, maka sekalian saja saya sewa motor dari mas Budi ini. Saya diajak ke rumahnya, disuguhi makan dan dibiarkan istirahat di tempatnya sebelum melanjutkan perjalanan ke Senaru. Rejeki yang tidak pernah saya sangka akan seperti ini jadinya. Hehe…..
“Kalau kita bener, pasti Allah akan pertemukan kita dengan orang-orang bener.” Begitulah kurang lebih pesen mas Budi sewaktu ngobrol. Sebagai perantau yang sudah 13 tahun lebih berada di Lombok, ia memulai usahanya dengan modal dengkul (mungkin maksudnya dengan modal kerja keras). Banyak tantangan yang ia hadapi dalam membangun usahanya, terutama saat berhadapan dengan masyarakat Lombok yang memiliki kultur berbeda. Di Lombok ini, jangan kaget kalau dengan mudah bisa ditemui masjid-masjid megah sepanjang jalan. Namun sayang, katanya, masjid yang besar tersebut tidak sebesar jama’ahnya. Dari sini, ia bercerita kalau orang yang pernah menipunya pun adalah orang yang suka ke masjid, mengaji, dsb. Mungkin ilmunya belum masuk ke Hati. Mas budi ini juga berpesan, bahwa kejujuran adalah kunci utama menjalani kehidupan.
Anyway, biaya sewa motor di Lombok cukup terjangkau, sekitar 50rb/hari. Sekitar jam 3.30 sore saya berangkat dengan carrier dan motor menuju ke Senaru, dengan rute menyisiri pantai Senggigi. Dan tebak, keindahan pantai sepanjang perjalanan itu benar-benar tak terungkap dengan kata-kata. Kalau di dunia saja bisa seindah ini, apalagi SurgaNya nanti?
Tipikal jalan di Lombok Barat ini mengikuti kontur pantainya, terkadang sesekali ada tanjakan dengan tikungan tajam di ujungnya. Di tikungan-tikungan seperti ini jalanan berada di atas tebing, sehingga keindahan pantai pasir putih dan lautnya biru-beningnya dapat dinikmati dari sini. Pohon kelapa yang berjajar menambah cantiknya perjalanan susur pantai ini.
Di ujung jalan, saya melihat sekumpulan anak bermain sepak bola di lapangan rumput. Maka saya berhenti sejenak tuk mengabadikan momen tersebut. Disana, kebetulan saya ketemu dengan seorang bapak yang sedang menggendong cucunya. Namanya pak Abdul Hamid, beliau menyalami saya dan memberi salam dengan hangat. Rupanya beliau mengenali saya dari jenggot yang sama2 dipanjangkan. Hehe….. Katanya dia bersama jamaah lainnya sering ngaji tiap malam jumat di Mataram.
Jam 05.30, matahari mulai tenggelam. Perlahan semburat cahaya oranye menari-nari di langit, memanggilku tuk segera meliriknya. Saya pun menepi, memarkir motor di dekat LAPI air. Di dekat ombak yang berdebur menghantam lembut pasir hitam tempatku berpijak. Kapal-kapal merapat, bersama nelayan yang sibuk mengikat perahu mereka. Sungguh, komposisi ciptaan Allah yang sempurna tuk diabadikan.
Setelah matahari semakin tenggelam, saya memacu motor melewati jalan lurus di tepian pantai. Terlihat sekumpulan anak-anak bermain bola plastik di atas pasir. Saya pun iseng-iseng berhenti hanya untuk mengambil gambar. Dan saat saya keluarkan kamera, anak-anak pun berteriak “Bang foto saya bang, foto saya bang.” Sambil berlarian ke arahku. Dengan keramaian anak-anak itu, akhirnya saya dapet beberapa momen yg asik. Sebelum pulang, anak-anak menunjuk ke botol Air Mineral 1.5 lt di samping carrier saya, “Bang minta air ya bang?”. Hehe, dasar anak-anak. Ada juga yang malah menarik-narik kaos sambil bilang, “Bang bagi receh dong bang, bagi recehnya,”. Langsung saja bapak2 yg ada di kejauhan meneriaki anak itu. Haha kasian sih. Tepat sebelum saya pergi, anak-anak bilang, “Abang dari mana bang? Nanti main kesini lagi ya bang?”
Well… suatu saat nanti mungkin saya akan kesana lagi.
Karena takut gelap, saya kembali melaju, berjalan mencari masjid untuk sholat Maghrib. Tidak sulit mencarinya, cuman sekalian aja mencari yang ada warung makan di sebelahnya. Benar kata mas Budi, jamaah laki-laki saat shalat Maghrib kurang dari 10 orang, itupun didominasi pemain injury time. Sedih, saat orang-orang berlomba membangun masjid namun lupa untuk meramaikannya. Usah shalat, warung makan di samping masjid jadi tujuan saya. Nasi, sayur, kering tempe, ayam dan telur rebus dihargai 12rb dengan porsi yang besar menurut saya. Hehe….. Sempet diwawancarai juga sama ibu yg jualan, mungkin karena saya bawa carrier gede dan sendirian naik motor.
Usai makan, saya langsung tancap gas sembari mencari masjid selanjutnya untuk shalat isya’. Entah kenapa saya melewatkan beberapa masjid, walaupun sayup-sayup adzan Isya’ sudah berkumandang. Akhirnya motor saya berhenti di satu masjid di kiri jalan, masjid sederhana dengan jendela lebar dari lutut hingga kepala, sehingga jamaah yang shalat di dalamnya pun terlihat. Singkat cerita, karena cukup lelah juga, saya memutuskan setelah shalat isya’ akan tidur di sini dengan sleeping bag yang sudah saya bawa.
Namanya rejeki Allah, mau bagaimana lagi. Seorang lelaki kurus tinggi (mirip sepertiku) berwajah kebapakan dan berjenggot, mendekat dan bertanya, “Mas, mau kemana?” “Mau ke rinjani pak, kalau boleh saya mau tidur disini dulu pak,” “Wah kebetulan mas, saya juga suka trekking. Ayo tidur di rumah saya saja.” “Wah pak makasih pak, saya tidur disini saja.” (padahal sebenernya saya mau, hehe…) “Udah ayo sini mas, ayo motornya dibawa ke tempat saya.”
Hehe, begitulah. Akhirnya saya dapet tempat nginep gratis malam itu di rumah Pak Hilman, di daerah Akar-Akar, Lombok Utara. Rumahnya berada di sebelah masjid. Pak hilman ini dulunya juga sering mendaki ke Gunung Rinjani, bahkan dia juga sering mendaki ke Gunung Baru, gunung yang berada di tengah Segara Anak Gunung Rinjani. Dia pemilik toko pakaian, menurut ceritanya beliau memulai bisnis dari nol. Sejak lulus SMA, berniat mengumpulkan uang modal usaha dengan menjadi tukang parkir. Banyak yang mencerca, katanya, ngapain lulus SMA cuma jadi tukang parkir. Setelah 3 tahun menjadi tukang parkir, beliau berhasil mengumpulkan modal usaha beberapa juta dan satu sepeda motor, maka mulailah beliau merintis bisnis pakaiannya. Dan sejak dipercaya oleh pengusaha cina di Mataram untuk mengambil pakaian tanpa modal, usahanya semakin lancar. Pernah juga beliau ditipu seseorang hingga kehilangan Mobil Honda Jazz. Namun, beliau yakin, Allah sudah mengatur rejeki orang. Tinggal apakah kita tekun menempuh jalan hidup kita atau tidak.
Oh iya, malam itu saya dan pak Hilman tidak hanya berdua, ada juga Mas Sahpi dan satu pemuda lagi yang katanya sering dipanggil Pak Ogah. Mas Sahpi dan Pak Ogah saat itu sedang mencari jangkrik dan burung, dan berencana bermalam di tempat pak Hilman juga. Rupanya pak hilman sering mengajak orang-orang musafir, pencari burung, bule yang kebetulan lewat, dsb untuk mampir dan menginap di kamar belakang rumahnya. Katanya, terkadang memang kita tidak punya banyak, tetapi beliau ingin beramal dengan apa yang beliau punyai. Malam itu, di bawah terang bulan, kami berempat duduk di saung dekat rumah ditemani dengan kopi dan kurma.
Dulu Pak Hilman selalu berkeinginan untuk kuliah, namun terbentur dengan biaya. Maka, dia berharap kedua anaknya harus bisa belajar sampai minimal Sarjana, kalau bisa S2. Beliau juga bercerita pernah anaknya yang pertama berdagang buku dan alat tulis di Sekolahnya, hinggau mendapat keuntungan belasan juta rupiah. Namun, pesan beliau, semua itu harus dilandasi dengan Ilmu Agama. Katanya, terserah anak saya mau ambil bidang apa, yang penting ia punya Ilmu Agama.
Anak muda di sekitar Lombok, kata Pak Ogah, seringnya nikah dulu baru mau kerja. Dan anak muda di sana akan kerja segera setelah mereka tidak melanjutkan sekolahnya. Kalau belum nikah, belumlah dia akan merantau dan bekerja. Hehe….. Tapi rupanya pak Hilman berbeda, beliau cerita dari kecil selalu tekun berdagang, dari mulai sayur-sayuran, pakaian, hingga sekarang punya toko sendiri. Menurut beliau, pendidikan adalah kunci untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Beliau juga percaya, mahasiswa sebagai kaum terdidik yang netral dapat membawa perubahan-perubahan bagi bangsa. Mahasiswa menurutnya tidak mempunyai muatan politik dan kepentingan tertentu, makanya saat ada pemberitaan di TV, beliau percaya dengan aksi mahasiswa walaupun terkadang memang kelewatan. (Jleb banget ini buat saya,…..)
Diskusi hangat malam itu rupanya harus diakhiri dengan saya yang terus saja menguap. Hehe….. dan saya pun undur diri untuk tidur di kamar karena sudah terlarut malam.