Belajar Taqwa dari Tukang Ojek

Bismillah,

 

Waktu mendekati pukul 6 sore. Langit mulai memerah. Di tengah riuh suara kendaraan, sayub-sayub terdengar suara adzan saling bersautan.

“Mas, masnya muslim kan?”

 

“Iya pak, kenapa pak?”

 

“Nanti kalau ada masjid, saya mau sholat dulu ya mas.”

 

Baru kali ini saya menemukan tukang ojek seperti beliau (Semoga Allah berkahi dan mudahkan rezeki beliau).

Rindu

Aku dan kamu,
membisu di sudut waktu,
kutahu ada setitik rindu,
untung malu menutup pintu.

Apakah ia penutup rindu itu?
Aku tak pernah tahu,
Ku percayakan ini pada-MU,
Agar jadi pupuk tuk mencintai-MU.

Allah, Rabbku,
Maafkan diriku,
yang diliputi nikmatMu,
namun sering murkaMu ku tuju.

Bismillah…..

Ikhlas dan Berbaik Sangka

Bismillah

Semoga bermanfaat.

Bahwa salah satu kunci hidup dalam suatu organisasi dakwah (dalam konteks ini berarti Asrama) ada dua, yaitu

1. Ikhlas

Ikhlas, adalah kunci diterimanya ibadah. Tanpa ikhlas, semuanya akan sia-sia di hadapan Allah. Ibarat kebun yang rimbun dan enak dipandang, lalu dalam sekejap dimakan api hingga hanya tersisa tanahnya saja. Relakah ketika tiap lelah yang kita lakukan, tiba-tiba musnah di mata Allah hanya karena rasa keinginan dipuji manusia? atau merasa Lebih baik dari yang lain? atau mungkin agar jadi tenar? Sungguh tidaklah mudah perjuangan menuju keikhlasan.

Ketika membantu jamaah mengisi botol air untuk wudhu, mungkin itu memang melelahkan. Ketika menyapu lapangan dan jalan menuju masjid, mungkin itu membosankan. Ketika malam hari turun dan menyiapkan matras-selimut-bantal untuk jamaah yang menginap, mungkin itu tidak menaikkan pamor. Mari sejenak merenung; andaikata tiap tetes air wudhu itu adalah Buah-buahan surga untuk kita makan, masihkah kita mengelak? Ketika tiap batu dan daun yang tersingkir dari jalan-jalan ke masjid adalah pelindung kaki kita di neraka nanti, masihkah kita mengeluh?

Sungguh Allah karuniakan hal yang tidak diberikan kepada mahasiswa lain di ITB, yaitu kesempatan yang amat banyak tuk kita beramal di masjid Salman ini. Tapi mau bilang apa, lemahnya iman menjadikan diri ini masih banyak mengharap yang lain, dan jauh dari keikhlasan. Semoga Allah selalu menuntun hati ini dalam tiap-tiap amal kita.

2. Husnudzon
Karena prasangka adalah kacamata kita; ia mendefinisikan sesuatu yang terjadi di depan kita dan memberikan definisi tersebut ke dalam otak juga hati kita. Allah SWT pun telah berfirman tentang Prasangka, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” [Al-Hujurat : 12].”

Selain itu, Sean R Covey dalam bukunya The 7th Habits of Highly Effective Teenagers pun berujar, bahwa prasangka adalah persepsi, cara kita memandang, Point of View, atas sesuatu. “What You See is What You Get”, begitulah kalimat yang dia tuliskan dalam bukunya. Ia juga mengatakan, bahwa prasangka itu tidaklah lengkap ataupun tidak akurat. Seperti halnya ketika kita mengenakan kacamata dengan lensa hitam; semuanya akan terlihat hitam. Begitupun dengan warna lainnya.

Maka, tatkala menemukan banyak piring berserakan di dapur, ada baiknya kita menasihati diri “Mungkin ada tugas yang harus kawan-kawan selesaikan, toh terkadang saya juga sering lupa meninggalkan piring di dapur.” Pun halnya ketika melihat lantai yang tidak dipel, mungkin saja kawan-kawan sedang menyelesaikan amanah besar di luar sana dan tidak sempat mengabarkan. Dan dikala terasa amat berat mencari-cari sebab tuk berhusnudzon, katakan “Aku yakin saudaraku punya penjelasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan itu.”

Ah, indahnya dunia ini ketika jiwa ini bisa berhusnudzon, pada segala kehendak Allah dan juga pada saudara seiman.

#YukNgaji

Handy Tri Husodo

Mechanical Engineering 2012, Institut Teknologi Bandung

https://handyhaha.wordpress.com

Ibu

Ibu

9 Desember 2010,

Salju kala itu,

Terlihat kusam, tak seputih biasanya

Sepertinya mereka paham,

.
.
Jalanan sepi,

Ranting tak berdaun,

Berselimut Dingin yang hangat,

tak sedingin hati itu

.
.

berlari menyusuri Oakland,

Menembus culdesac Farewell road,

sama seperti namanya,

Farewell,
.

.

Kasurku basah,

Dingin,

Menu makan malamku kala itu; tisu.

Entahlah,

Bahkan Abe pun berhenti menggonggong,

Seperti paham, apa yang sedang terjadi
.

.

Semua menyaksikan,

Perpisahan antara aku dan ibuku.

Ah, percuma aku menangis

Sepuluh ribu mil menelan suaraku

.

.

Lima bulan di paman sam

Dan aku merasa masih sendiri,

Hanya pelukan ukuwah saudara seiman,

yang menghangatkanku,

Sungguh, aku rindu kehangatan iman,

di tengah keterasingan itu

.

.

Kubentangkan sajadah,

Di sudut Detroit McNamara

Kupanjatkan doa padaNya,

Sendiri, di tengah keramaian.

Berharap, kan bertemu denganNya dan ia,

Di hari yang dijanjikan.

.

.

Termenung tengah malam

di tengah Narita, berbisik suara;

“Angkat saja keranda itu,

Biar kutangisi di tanah air”

Tak mungkin kulihat wajah itu (lagi),

tinggal tanah setinggi jengkal.

.

.

Terima kasih ya Rabb,

Kau ajari aku,

Bahwa hidup adalah penantian,

Entah giliran siapa selanjutnya,

Yang jelas, ia sudah dekat.

Manusia Merdeka, hanya bergantung padaNya.

Aku ingin merdeka

Bebas dari segala penjajahan

Tak mau terikat pada harta

Tak juga pada nafsu jiwa

 

Aku ingin merdeka

Merdeka dari buta

Tak bergantung pada nama

Tak mencari popularitas semata

 

Dan setelah kemerdekaan itu

Aku rindu

Rindu bersimpuh padaMu

Di tengah keheningan gelap lampu

 

Bermesra bersamaMu

Menangisi hinanya diriku

 

Dan saat aku telah merdeka,

Akan kuceritakan pada semua

Bahwa merdeka itu milik kita

Bahwa setiap manusia bisa

 

Rumput bergoyang dengan merdeka

Angin pun berhembus tak berseka

Maka sepatutnya

Manusia pun merdeka

 

Manusia merdeka, hanya bergantung padaNya

 

Sampai saat itu tiba

Ku harus berjuang

Menjinakkan nafsu jiwa

Bertarung dengan Setan

 

Ini malam (atau pagi) yang jenuh,

Dirgahayu Negeriku

69 tahun usiamu

Tertatih kau meraih kemerdekaanmu.

 

Maafkan kami, soekarno.

Ampuni kami, ya Allah,

 

Asrama, 17 Agustus 2014

[Trip] Bandung-Lombok #2

Hari pertama di Bali, pesawat AirAsia yg saya tumpangi mendarat pukul 23.00. Bersama Mr. saya berjalan menuju tempat pengambilan bagasi, kemudian menemani beliau belanja di Alfamart. Saran untuk pelancong di Bandara Ngurah Rai, kalau dompet anda tidak cukup tebal dan masih memiliki sedikit kesabaran, mending jalan keluar bandara terus belanja di sana. Suer, masa’ air mineral Alfamart 1.5lt harganya 7000, freshtea 12rb, dkk. Harganya terlalu mahal sih buat kantong saya. Haha….

Usai belanja, saya dan Mr berpisah. Saya jalan ke arah parkiran, eh ternyata ada Indomart. Di sini, harganya sedikit lebih rasional, dibanding dengan Alfamart tadi. Saya duduk di kursi yg disediakan di depan toko, istirahat sambil ngecharge HP dan nulis cerita di pesawat tadi. Ngga terasa udah jam 1.00 dan penerbangan terakhir juga udah lewat. Wah, khawatir kehabisan kendaraan, karena saya memang rencana melanjutkan ke Terminal Ubung, ada satu supir taksi mendekat ke saya dan menawarkan tarif 150rb ke Ubung, Saya tawar 70rb, awalnya tidak mau. Lalu saya bilang, saya mah santai, kalau nda mau juga saya akan tidur di bandara saja nunggu pagi (padahal pengin cepet sampai, hehe). Alhasil dengan terpaksa dia angkut saya ke Terminal Ubung, and guess what? Pas saya bayar 100rb, dia Cuma punya kembalian 10rb. (Sama aja saya bayar 90rb -,-). Oh iya, sepanjang perjalanan itu, supir ojek ini cerita banyak hal, intinya tentang Narkoba, Tamu Taksi yg Suka Mabuk, dan segala jenis kemaksiatan lain yang ada di Bali. Mungkin hampir semua jenis kemaksiatan yang mungkin terjadi, sudah dia ceritakan ke saya. Dia bilang Bali ini bebas, asal tidak mengganggu orang lain. Juga tentang narkoba, asal peredaran hanya di dalam Bar, maka itu aman. Cukup buat saya mendengar cerita orang ini aja.

Sampai di terminal Ubung jam 02.00. Rencana awalnya mau naik bus ke Padangbai, tapi calo2 bilang kalo bis baru ada subuh nanti. Udah deh alamat tidur di terminal. Pas banget saya mau rebahan di kursi tunggu di terminal, saya nguping pembicaraan 3 orang yang mau ke Padangbai. Langsung aja saya sambung, “Mas, sampeyan mau ke Padangbai? Taksi aja yuk. 200rb dibagi 4 orang mas.” Kurang lebih seperti itu percakapannya. Hehe….. dan kita pun sepakat. Ketiga orang ini adalah perantau dari Jawa Timur yg mau kerja di Sumbawa.

Jam 03.00 sudah sampai di Pelabuhan Padangbai, dan syukur pas banget kapal juga mau berangkat. Langsung aja kita jalan ke peron, beli tiket Padangbai-Lembar 40rb. Pas naik ke kapal, tidak pernah terbayang sebelumnya kalo kapal feri bisa sebagus ini. Ada Musholla, kafe, tempat tiduran, sofa, TV, AC, dkk. Dan yang asik lagi, bisa merasakan kesendirian di atap kapal di tengah kegelapan.

DSC07497 (2)

Sepanjang mata memandang, hanya ada kegelapan yang menyelimuti lautan, suasana yang membawa rasa ‘takut’ akan ke-Maha-AgunganNya. Pas buka Al Qur’an, pas dapet QS. Al Isra: 66-67 terjemahnya di Al Qur’an “Tuhanmulah yang melayangkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari karunia-Nya. Sungguh, Dia Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur). Tapi sayang ndak bisa lama-lama, takut masuk angin. Hehe

Sekitar jam 05.00, langit mulai agak cerah. Saya sholat shubuh di Musholla bareng ama satu ABK, trus nongkrong di atap kapal nungguin sunrise di tengah laut, dan tebak seperti apa yang keluar? Yap, so beautiful. Teringat ayat Al Qur’an yg terjemahnya “Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Luqman: 27). Ya, kita memang sangat kecil. Terlihat semburat cahaya merah-kuning, keluar dari belakang gunung RInjani. Disanalah tujuanku,

DSC07492 (2)

Tak terasa kapal mulai merapat ke pelabuhan, melalui pulau-pulau kecil di sekitar pelabuhan Lembar. Saya berjalan keluar kapal, berniat mencari makan dan naik angkot untuk segera menuju ke mataram. Namun, rejeki Allah tak pernah habis berdatangan. Selagi saya berjalan menuju ke jalan utama, satu mobil Kijang Avanza merapat mendekati saya, dengan logat jawa timuran, sopir di dalam mobil menyapa (kurang lebih) “Mas, meh nang ndi? Ayo kene bareng wae.” (Mas, mau kemana? Ayo sini bareng aja). Awalnya sih heran, saya lalu ceritakan kalo mau cari tempat nginap dulu di mataram dan saya bisa naik angkot saja (padahal saya gak tau angkot ada ato nggak, dan obrolan selanjutnya ternyata menjelaskan kalo angkot disana tidak jelas rutenya dan sangat jarang :v) Tetapi mas2 itu tetap memaksa saya naik mobilnya, alhasil saya kalah dan naik (hehe…. Tumpangan gratis). Mas itu di mobil bareng sama Istri dan kedua Anaknya. Dan pas sudah masuk mobil, tebak apa yang dikatakannya? Dia bilang “Oalaaah, tak kira sampeyan ki sing mau ngobrol nang kapal karo aku. Haha….” (Oalaaah, saya kira kamu tu orang yang tadi ngobrol sama saya di kapal. Haha…..) Hehe, salah orang ternyata. Tapi berhubung saya sudah masuk di mobilnya, maka dia akhirnya terpaksa mengantar saya 😀

Namanya mas Budi, rantau dari Ponorogo yang punya Hotel di Senggigi, biro jasa tour, sewa mobil-motor, dan hobi koleksi burung. Kebetulan saya juga butuh sewa motor, maka sekalian saja saya sewa motor dari mas Budi ini. Saya diajak ke rumahnya, disuguhi makan dan dibiarkan istirahat di tempatnya sebelum melanjutkan perjalanan ke Senaru. Rejeki yang tidak pernah saya sangka akan seperti ini jadinya. Hehe…..

“Kalau kita bener, pasti Allah akan pertemukan kita dengan orang-orang bener.” Begitulah kurang lebih pesen mas Budi sewaktu ngobrol. Sebagai perantau yang sudah 13 tahun lebih berada di Lombok, ia memulai usahanya dengan modal dengkul (mungkin maksudnya dengan modal kerja keras). Banyak tantangan yang ia hadapi dalam membangun usahanya, terutama saat berhadapan dengan masyarakat Lombok yang memiliki kultur berbeda. Di Lombok ini, jangan kaget kalau dengan mudah bisa ditemui masjid-masjid megah sepanjang jalan. Namun sayang, katanya, masjid yang besar tersebut tidak sebesar jama’ahnya. Dari sini, ia bercerita kalau orang yang pernah menipunya pun adalah orang yang suka ke masjid, mengaji, dsb. Mungkin ilmunya belum masuk ke Hati. Mas budi ini juga berpesan, bahwa kejujuran adalah kunci utama menjalani kehidupan.

Anyway, biaya sewa motor di Lombok cukup terjangkau, sekitar 50rb/hari. Sekitar jam 3.30 sore saya berangkat dengan carrier dan motor menuju ke Senaru, dengan rute menyisiri pantai Senggigi. Dan tebak, keindahan pantai sepanjang perjalanan itu benar-benar tak terungkap dengan kata-kata. Kalau di dunia saja bisa seindah ini, apalagi SurgaNya nanti?

DSC07540 (2)

Tipikal jalan di Lombok Barat ini mengikuti kontur pantainya, terkadang sesekali ada tanjakan dengan tikungan tajam di ujungnya. Di tikungan-tikungan seperti ini jalanan berada di atas tebing, sehingga keindahan pantai pasir putih dan lautnya biru-beningnya dapat dinikmati dari sini. Pohon kelapa yang berjajar menambah cantiknya perjalanan susur pantai ini.

DSC07545 (2)

DSC07551 (2)

DSC07555 (2)

Di ujung jalan, saya melihat sekumpulan anak bermain sepak bola di lapangan rumput. Maka saya berhenti sejenak tuk mengabadikan momen tersebut. Disana, kebetulan saya ketemu dengan seorang bapak yang sedang menggendong cucunya. Namanya pak Abdul Hamid, beliau menyalami saya dan memberi salam dengan hangat. Rupanya beliau mengenali saya dari jenggot yang sama2 dipanjangkan. Hehe….. Katanya dia bersama jamaah lainnya sering ngaji tiap malam jumat di Mataram.

DSC07557 (2)

Jam 05.30, matahari mulai tenggelam. Perlahan semburat cahaya oranye menari-nari di langit, memanggilku tuk segera meliriknya. Saya pun menepi, memarkir motor di dekat LAPI air. Di dekat ombak yang berdebur menghantam lembut pasir hitam tempatku berpijak. Kapal-kapal merapat, bersama nelayan yang sibuk mengikat perahu mereka. Sungguh, komposisi ciptaan Allah yang sempurna tuk diabadikan.

DSC07561 (2)

Setelah matahari semakin tenggelam, saya memacu motor melewati jalan lurus di tepian pantai. Terlihat sekumpulan anak-anak bermain bola plastik di atas pasir. Saya pun iseng-iseng berhenti hanya untuk mengambil gambar. Dan saat saya keluarkan kamera, anak-anak pun berteriak “Bang foto saya bang, foto saya bang.” Sambil berlarian ke arahku. Dengan keramaian anak-anak itu, akhirnya saya dapet beberapa momen yg asik. Sebelum pulang, anak-anak menunjuk ke botol Air Mineral 1.5 lt di samping carrier saya, “Bang minta air ya bang?”. Hehe, dasar anak-anak. Ada juga yang malah menarik-narik kaos sambil bilang, “Bang bagi receh dong bang, bagi recehnya,”. Langsung saja bapak2 yg ada di kejauhan meneriaki anak itu. Haha kasian sih. Tepat sebelum saya pergi, anak-anak bilang, “Abang dari mana bang? Nanti main kesini lagi ya bang?”

Well… suatu saat nanti mungkin saya akan kesana lagi.

DSC07570 (2)

DSC07574 (2)

DSC07564 (2)

Karena takut gelap, saya kembali melaju, berjalan mencari masjid untuk sholat Maghrib. Tidak sulit mencarinya, cuman sekalian aja mencari yang ada warung makan di sebelahnya. Benar kata mas Budi, jamaah laki-laki saat shalat Maghrib kurang dari 10 orang, itupun didominasi pemain injury time. Sedih, saat orang-orang berlomba membangun masjid namun lupa untuk meramaikannya. Usah shalat, warung makan di samping masjid jadi tujuan saya. Nasi, sayur, kering tempe, ayam dan telur rebus dihargai 12rb dengan porsi yang besar menurut saya. Hehe….. Sempet diwawancarai juga sama ibu yg jualan, mungkin karena saya bawa carrier gede dan sendirian naik motor.

Usai makan, saya langsung tancap gas sembari mencari masjid selanjutnya untuk shalat isya’. Entah kenapa saya melewatkan beberapa masjid, walaupun sayup-sayup adzan Isya’ sudah berkumandang. Akhirnya motor saya berhenti di satu masjid di kiri jalan, masjid sederhana dengan jendela lebar dari lutut hingga kepala, sehingga jamaah yang shalat di dalamnya pun terlihat. Singkat cerita, karena cukup lelah juga, saya memutuskan setelah shalat isya’ akan tidur di sini dengan sleeping bag yang sudah saya bawa.

Namanya rejeki Allah, mau bagaimana lagi. Seorang lelaki kurus tinggi (mirip sepertiku) berwajah kebapakan dan berjenggot, mendekat dan bertanya, “Mas, mau kemana?” “Mau ke rinjani pak, kalau boleh saya mau tidur disini dulu pak,” “Wah kebetulan mas, saya juga suka trekking. Ayo tidur di rumah saya saja.” “Wah pak makasih pak, saya tidur disini saja.” (padahal sebenernya saya mau, hehe…) “Udah ayo sini mas, ayo motornya dibawa ke tempat saya.”

Hehe, begitulah. Akhirnya saya dapet tempat nginep gratis malam itu di rumah Pak Hilman, di daerah Akar-Akar, Lombok Utara. Rumahnya berada di sebelah masjid. Pak hilman ini dulunya juga sering mendaki ke Gunung Rinjani, bahkan dia juga sering mendaki ke Gunung Baru, gunung yang berada di tengah Segara Anak Gunung Rinjani. Dia pemilik toko pakaian, menurut ceritanya beliau memulai bisnis dari nol. Sejak lulus SMA, berniat mengumpulkan uang modal usaha dengan menjadi tukang parkir. Banyak yang mencerca, katanya, ngapain lulus SMA cuma jadi tukang parkir. Setelah 3 tahun menjadi tukang parkir, beliau berhasil mengumpulkan modal usaha beberapa juta dan satu sepeda motor, maka mulailah beliau merintis bisnis pakaiannya. Dan sejak dipercaya oleh pengusaha cina di Mataram untuk mengambil pakaian tanpa modal, usahanya semakin lancar. Pernah juga beliau ditipu seseorang hingga kehilangan Mobil Honda Jazz. Namun, beliau yakin, Allah sudah mengatur rejeki orang. Tinggal apakah kita tekun menempuh jalan hidup kita atau tidak.

Oh iya, malam itu saya dan pak Hilman tidak hanya berdua, ada juga Mas Sahpi dan satu pemuda lagi yang katanya sering dipanggil Pak Ogah. Mas Sahpi dan Pak Ogah saat itu sedang mencari jangkrik dan burung, dan berencana bermalam di tempat pak Hilman juga. Rupanya pak hilman sering mengajak orang-orang musafir, pencari burung, bule yang kebetulan lewat, dsb untuk mampir dan menginap di kamar belakang rumahnya. Katanya, terkadang memang kita tidak punya banyak, tetapi beliau ingin beramal dengan apa yang beliau punyai. Malam itu, di bawah terang bulan, kami berempat duduk di saung dekat rumah ditemani dengan kopi dan kurma.

Dulu Pak Hilman selalu berkeinginan untuk kuliah, namun terbentur dengan biaya. Maka, dia berharap kedua anaknya harus bisa belajar sampai minimal Sarjana, kalau bisa S2. Beliau juga bercerita pernah anaknya yang pertama berdagang buku dan alat tulis di Sekolahnya, hinggau mendapat keuntungan belasan juta rupiah. Namun, pesan beliau, semua itu harus dilandasi dengan Ilmu Agama. Katanya, terserah anak saya mau ambil bidang apa, yang penting ia punya Ilmu Agama.

Anak muda di sekitar Lombok, kata Pak Ogah, seringnya nikah dulu baru mau kerja. Dan anak muda di sana akan kerja segera setelah mereka tidak melanjutkan sekolahnya. Kalau belum nikah, belumlah dia akan merantau dan bekerja. Hehe….. Tapi rupanya pak Hilman berbeda, beliau cerita dari kecil selalu tekun berdagang, dari mulai sayur-sayuran, pakaian, hingga sekarang punya toko sendiri. Menurut beliau, pendidikan adalah kunci untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Beliau juga percaya, mahasiswa sebagai kaum terdidik yang netral dapat membawa perubahan-perubahan bagi bangsa. Mahasiswa menurutnya tidak mempunyai muatan politik dan kepentingan tertentu, makanya saat ada pemberitaan di TV, beliau percaya dengan aksi mahasiswa walaupun terkadang memang kelewatan. (Jleb banget ini buat saya,…..)

Diskusi hangat malam itu rupanya harus diakhiri dengan saya yang terus saja menguap. Hehe….. dan saya pun undur diri untuk tidur di kamar karena sudah terlarut malam.

[Trip] Bandung-Lombok #1

Bismillah,
Keburu lupa, langsung saja saya tulis. haha….. Perjalanan kali ini sengaja saya pilih, karena saya pengin merasakan penyeberangan Bali-Lombok 😀

Berangkat dari Asrama jam 19.00 diantar oleh Wahyu, dan sampai di Halim sekitar 19.15. Lanjut check in dan dapet kabar kalo pesawat delay 30 menit. Trus ditanya CS nya mana bagasinya. Sempet khawatir juga kalo lebih dari 15kg, takut suruh bongkar2. Eh ternyata cuma 12, sekian kg. Alhamdulillah,
Masuk ke ruang tunggu, trus nonton Indonesia dibantai ama Juventus. Open gate pesawat jam 20.30, dan guess what? Dapet tempat duduk di samping bule! Allahu Akbar! Langsung aja kenalan, dan ternyata beliau adalah pekerja di NGO SOSChildern (baru denger juga sih) yang intinya bergerak di pendidikan Anak. Beliau bercerita panjang lebar tentang organisasinya, tentang anak2 di kampung binaannya di Lembang, Flores, Aceh, Medan, dkk. Tau nggak? SOSChildern ini menaungi ribuan anak Indonesia di seluruh pelosok negeri. Dan ini adalah organisasi Private terbesar yg bergerak di bidang Anak, terbesar setelah UNESCO.

Ada sedikit cerita yang mungkin akan selalu saya kenang. Beliau cerita kalau punya satu kontainer berisi ribuan mainan dan ToyLabs (mainan edukasi) yang mau dikirim ke Indonesia dan dibagiin Gratis ke anak2 Indonesia, (baca : GRATIS!!!). But you know what? Bolak balik beliau ngurus dokumen di departemen yg bersangkutan, selalu diminta biaya. Tentu saja beliau bersikukuh tidak mau bayar, walaupun harus bolak balik sampai berkali-kali dengan dokumen yang tentunya tidak sedikit untuk diurus. Saat beliau tanya, berapa ogkos utk ‘jalur cepat’, dijawab oleh oknum tsb ‘sekian puluh juta’
Haha….. malu2in ah….

Perlu diketahui, beliau adalah orang Belanda. Organisasi yg dibawanya pun juga Private (bukan seperti UNICEF yg dibawah UN). But he wants Indonesian Childern to grow their own country 🙂

Oh iya lupa, di awal beliau cerita kalo organisasinya sering mendatangkan pemain bola sekelas Cech Fabregas, Van Nisterloy, dkk untuk bertemu, berbicara, bahkan tinggal bersama mereka. Apa tujuannya? Agar anak-anak ini, di tengah permasalahan keluarga, drugs, pornografi, kekerasan, tumbuh dengan keyakinan bahwa ia bisa FOKUS mengejar mimpinya, agar anak-anak belajar bahwa Fabregas pun pergi sendirian ke London untuk belajar sepakbola di usianya yg ke 13, tanpa teman, tanpa orangtua, tanpa popularitas, dan hanya dengan FOKUS meraih mimpinya, agar anak-anak punya tempat utk bercerita, lepas dari segala permasalahan.

Lalu ada apakah dgn pendidikan indonesia sekarang?
Sosok guru yang berdedikasi tinggi (menurut beliau) adalah kuncinya. Seperti kisah Andrea Hirata, Guru yang hebat akan menghasilkan Murid yang jauh lebih hebat. Kecilnya gaji yang diterima guru di Indonesia, membuat para guru beralih fokus dari tugas utamanya sebagai pendidik.

Beliau yakin, Indonesia makin lama akan terus membaik. Selama 14 th berada di Indonesia, beliau mengirim beberapa anak didiknya utk belajar ke oxford, dengan konsekuensi usai dari Oxford anak tsb akan beraktivitas di Indonesia. Ya, kembali membangun bangsanya (thumbs up)

Harapannya, tentu juga harapan kita semua, anak-anak punya kesempatan untuk berkembang, lepas dari permasalahan yang dihadapai. Seperti, ujarnya, anak-anak binaan SOSChildern di Syria. Tanpa dukungan pemerintah, organisasi ini bergerak mendidik anak agar tetap mau bersekolah. Anak-anak syria datang ke tempat binaan di Damaskus dari desa2 yg hancur karena perang. Beliau juga bercerita, bahwa SOSChildern pun memiliki daerah binaan di Gaza utk Palestina dan Jerussalem utk Israel. Pun di Indonesia, terlepas dari agama apa, anak berhak mendapat kesempatan berkembang.

Ya begitulah, kurang lebih ceritaku dengan Mr Paco Lopez. Tak terasa 1,5 jam terlewat dan pesawat pun segera mendarat. Beliau memberiku kontaknya, berharap suatu saat bertemu lagi.

Waktu menunjukkan pukul 23.30, kami berpisah.

Tips : jangan ke Alfamart di Bandara Ngurah Rai….!!! Belilah di toko yg agak keluar/jauh dari bandara. Masa’ Freshtea harganya 12rb? Haha

Lanjut lagi ah…..

Bandara Ngurah Rai, 7 Agustus 2014 Pukul 01.00

Mengajar Si Kapten!

Rofiq : “Mas, sesuk bar ujian aku ke’i soal Logika neh ya mas”
Hendra : “Halah koe ra bakal iso ngalahke aku fiq”
Rofiq : “Luweh suk delok wae aku mesti sik entuk hadiah”

—————————————

Dan anak-anak pun bubar malam itu,
Mungkin tadi malam adalah malam terakhir aku mengajar mereka. Mengajar apapun, walaupun yang paling sering aku ajarkan hanya Matematika dan soal-soal Tes Potensi Akademik.
Izinkan saya perkenalkan kelompok belajar kami. Kelompok yang awalnya hanya teman main bola, lanjut kelompok mengaji yang dikumpulkan Almh. Ibuku, dan kemudian jadi kelompok belajar. Walaupun sejak ibuku meninggal 2010 lalu, setengah tahun lebih rumah kami sepi dari anak-anak.

Agustus 2011, aku coba memulai ‘kelompok’ ini, walaupun cuma beberapa anak dan beberapa kali seminggu, karena aku juga harus mempersiapkan SNMPTN. Pernah satu kali, kelompok ini tidak berbicara tentang pelajaran. Hanya kuminta mereka mengeluarkan secarik kertas, menulis segala mimpi mereka 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan yang ingin mereka capai sebelum meninggal. Lalu kuminta mereka membawanya ke orangtua masing-masing.

Ah iya, itulah sejarah kelompok kami. Dan malam itu hanya ada Rofiq, Hendra, Andri, dan dua anak baru, Radit dan Resa.

Dian dan Yudi sudah jarang kelihatan, rupanya urat malu mereka sudah membesar. Hehe…. Sebentar lagi mereka masuk SMA. Beberapa kali aku ngobrol dengan Mbak Yah (Ibunya Yudi), membujuknya agar memasukkan ia ke SMA, tentunya dengan membantu mencarikan beasiswa sampai kuliah. Namun sepertinya Yudi dan Mbak Yah sudah mantap untuk melanjutkan ke SMK. Semoga Yudi bisa masuk ke SMK Negeri di Purworejo, yang mutunya memang benar-benar bagus.

Andri akan melanjutkan ke kelas 5 SD, mungkin nanti muridku tinggal satu ini. Hhe,
Hendra, yang malam itu mengajak dua temannya, Adit dan Resa untuk bergabung, sepertinya tidak akan banyak berkunjung ke rumah. Ia hanya akan datang kalau aku yang mengajar (terkadang kalau aku tidak bisa, Mas Tito ataupun Rinta akan menggantikan), dan itupun kalau dijemput sama si ‘Kapten’.

Ijinkan di tulisan ini kupanggil dia ‘Kapten’. Dia yang menjadi inisiator kelompok belajar ini, yang awalnya hanya kelompok main bola. Dia yang selalu dengan senang hati menghampiri teman-temannya untuk belajar di tempatku. Rofiq namanya, sebentar lagi lulus SD dengan nilai yang memuaskan (aamiin). Tiga hari kedepan ia akan menempuh ujian SD.
Aku sudah berbincang dengan bapaknya, dan beliau bilang Rofiq setuju akan melanjutkan ke Pondok Pesantren, mengikuti jejak Adit, kakaknya. Masuk Pondok? Tak ada alasan lain bagiku untuk tidak mendukung ide tersebut. Apalagi, setelah bertemu beberapa kawan di ITB yang pernah mondok. Toh Rofiq sudah mau, tinggal mencarikan Guru yang pas saja untuknya belajar. Maaf ya Rofiq, cuma bisa bantu persiapan Ujianmu sejak Kamis Malam kemarin. Setidaknya, aku sudah membantu sebisaku.

Jadi ingat saat-saat kalian nginep di rumahku, berlomba membelah kelapa dan berebut meminumnya bersama. Saat-saat ‘kelompok’ ini pergi berenang bersama. Kalian semua duduk di atas Ban dan aku dipaksa menarik kalian semua keliling kolam renang, haha…..

Mungkin malam itu kali terakhir aku mengajar kalian,

——————————

Atau, tidak juga…..

Masih ada Riski, yang baru saja masuk TK Besar. Tya, Randy, Vita, Ima, dan beberapa anak lain yang aku lupa namanya, hehe…. Semoga saja masih ada kesempatan untuk mengajar kalian.

Oh ya, tahu kenapa aku senang mengajar anak-anak di sekitar rumahku? Aku juga tidak tahu pasti, mungkin hanya ini yang bisa aku bagikan ke tetangga sekitar rumahku.

——————————-

Ah indahnya, bahwa pendidikan adalah memang tanggung jawab kaum terdidik.

Image

(suatu hari saat mereka ‘minta’ ikut ke Terminal Purworejo sebelum berangkat ke Bandung)

[Opini] Masih Sahkah Pemilu Kita? [part-1]

golput

 

Jujur saja saya tidak terlalu suka Politik, apalagi membahas tentang Halal-Haramnya Golput dalam Pemilu. Namun menjelang Pemilu 2014 ini, pembahasan tentang pemilu ini selalu keluar tiap kali saya membuka media sosial. Karena itu, saya ingin sedikit mengajak pembaca untuk berkaca pada Pemilu 2009 yang lalu.

Dari website KPU (*1), didapat bahwa hanya ada 121.504.481 suara yang Sah masuk, dan presiden terpilih ‘hanya’ mendapat suara 73.874.562 (60.80%). Begitu pula yang terjadi pada Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD. Hanya ada suara Sah sebanyak 104.099.785(*2). Total pemilih pada tahun 2009 ada 171.265.442 (*3). Jumlah penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2010 (karena saya tidak mendapat data sensus 2009) sebanyak 237.641.326 (*4). Jika dilihat faktanya, maka akan didapat :

  • Presiden terpilih periode 2009-2014 dipilih oleh 31.08% dari total penduduk Indonesia.
  • Anggota DPR, DPD dan DPRD ‘hanya’ dipilih 43,80% dari total penduduk Indonesia.

Bagaimana menurut anda? Apakah suara tersebut bisa disebut Pemilihan Umum?

Terlepas dari Angka Golput, keberjalanan Pemilu sendiri pun sebenarnya perlu dipertanyakan. Coba tanya warga sipil di sekitar anda dengan pertanyaan ini, “Siapakah yang anda pilih dalam pemilu DPRD, DPR dan DPD kemarin?”. Saya yakin sebagian besar pasti sudah lupa siapa yang mereka pilih.

Tidak hanya itu, pun halnya dengan Money Politics, terlalu sering suara di negeri kita diperjualbelikan ‘hanya’ dengan uang. Tidak terhitung berapa banyak kasus dimana pemilih diberi uang untuk memberi suaranya pada seseorang. Dan jelas tidak mungkin semua kasus itu terungkap di media. Saya tergelitik dengan kalimat salah satu Caleg yang memasang posternya di Jl. Ir. H. Djuanda (jalan Dago). Di poster dengan foto dirinya itu tertulis, “Terima Uangnya, Jangan Pilih Orangnya”. Terlepas dari bagaimana hukum menerima uang tersebut, slogan yang ia tulis secara terang-terangan di muka umum sangat jelas menggambarkan bagaimana keadaan politik di Indonesia menjelang Pemilu.

Begitu pula dengan media yang tidak berimbang. Banyak pihak dengan kepentingan-kepentingan tertentu saling menjatuhkan musuhnya. Bukan agar terpilih Pemimpin terbaik, melainkan jika orang yang didukungnya terpilih, maksud/tujuan yang ia inginkan akan lebih lancar. Belum lagi anggaran pelaksanaan Pemilu yang mencapai triliunan rupiah, dan tentunya akan berlipat jika Pemilu mencapai Tahap kedua.

Dan yang jelas saya yakin, masih sedikit masyarakat yang mengenal siapa pemimpinnya dan siapa yang akan mewakili mereka nantinya. Bisa jadi, mereka memilih golput daripada harus pusing memikirkan Pemilu.

Masih mengenai pemilu, andaikata Soekarno masih hidup, dan ia memilih seseorang untuk duduk di kursi DPR, lalu ada seorang preman yang hobinya mabuk dan merampok, tidak mengenal politik, tiba2 saja ikut memilih, apakah adil jika suara keduanya sama2 dihitung satu?

Kalaulah Golput ini dijadikan sebuah partai, maka sudah jelas siapa pemenangnya. Saya tidak mau membahas apakah Golput itu Haram atau Halal, tetapi Golput adalah Sebuah Pilihan. Seandainya angka Golput nanti mencapai 70%, apakah sistem Pemilihan Umum kita masih Sah?

Sumber :

(1) http://mediacenter.kpu.go.id/images/mediacenter/pilpres2009/rekapitulasi_nasional.pdf

(2) http://mediacenter.kpu.go.id/images/mediacenter/berita/SUARA_KPU/HASIL_PENGHITUNGAN_SUARA_SAH.pdf

(3) http://www.tempo.co/read/news/2009/03/12/146164476/Total-Jumlah-Pemilih-171265442-Orang

(4) http://sp2010.bps.go.id/

(5) UU nomor 42 tahun 2008

Siapakah Pemenang?

image

“(yaitu) orang-orang yang berdzikir (ingat kepada Allah) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.” (Qs. Al Imran: 191).

—————-

Apa definisi ‘terhebat’ menurut pikiranmu?

Lulus dgn IPK 4.0 tercepat? Banyak manusia yg bisa. Mendaki puncak tertinggi? Pun burung menjelajah angkasa tanpa penyangga. Menyentuh palung terdalam? Air sudah ada disana jauh sebelum kita menemukannya.

————

Bandung, 8 September 2014

“Udahan ie larinya?” Kang andri, tukang parkir yg hampir tiap hari ada di depan ITB, membalas jabat tanganku dengan salam. Mungkin cuma kang andri yg memperhatikan tiap kali aku lari.

“Iya mas, mau ke kampus dulu,”

“Nanti lari lagi atuh, di safa dan marwah…..”

Aku diam. Baru kali ini ada yang berbaik hati memberi saran dimana sebaiknya aku berlari; di tempat yang sama sekali tak pernah terpikir olehku dan mungkin pelari-pelari lain. Terlebih, saran itu datang dari orang yang luar biasa, yang aku sendiri (padahal) belum genap setahun akrab dengan beliau.

Tak pernah terlintas di benakku menuliskan tempat suci itu dalam daftar to-run milikku. Tempat dimana semestinya menjadi tujuan utama setiap muslim. Saat beliau memberu saran itu, bisa jadi, kata-kata itu adalah cerminan cita-cita kuat tuk menuju ke Rumah Allah.

Siapa selalu ingat tujuannya; dia selangkah menuju kemenangan.

———–

“Aamiin kang, besok bareng ayuk kang lari disana,”

“Tahun depan ya kang?”

Aku terus berjalan.
Hehe, semoga saja.